Pandemi COVID-19 memaksa kita untuk beradaptasi pada perubahan yang drastis
di segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Kebijakan pemerintah dalam
membatasi mobilitas dan aktivitas di ruang publik dalam upaya mencegah
penularan virus pun menyebabkan dunia pendidikan “dipaksa” untuk
adaptasi teknologi lebih cepat. Ini merupakan tantangan yang harus dihadapi
oleh pengajar di kampung.
![](https://rumahliterasiindonesia.org/wp-content/uploads/2022/05/WhatsApp-Image-2022-05-13-at-10.35.21-225x300.jpeg)
Akses Jalan Ke Dusun Kaliselogiri
Matahari pertama yang menyinari pulau jawa mulai bergeser. Ada beberapa
orang berseragam khaki menuju ke sekolah. Sepanjang perjalanan, disuguhi
indahnya pemandangan alam dan sejuknya udara Dusun Kali Selogiri Banyuwangi.
Bahkan ada air terjun yang bisa dikunjungi. Dusun Kali Selogiri terletak pada
Perkebunan Kali Selogiri yang memiliki lahan seluas 1.116 hektar dengan dua
komoditi utama, yakni kopi robusta yang luas lahannya 700 ha, kemudian 200 ha untuk tebu dan sisanya aneka kayu. Terdapat 3 Afdeling (Afd) di area Perkebunan Kali Selogiri yaitu Afd
Tetelan, Afd Besaran, dan Afd Alas Gedang. Akses jalan masuk perkebunan
berpasir dan berbatu. Namun tak menyurutkan Alfan, 37, untuk mengajar di satu
satunya sekolah dasar yang ada Perkebunan Kali Selogiri.
“Bersyukur cuaca cerah, kalau hujan jalanan lumayan berat, melelahkan,
menjengkelkan”, ujar Alfan. Kini Alfan mengajar murid kelas 6, dan jumlah
muridnya hanya 10 orang. Sebagian besar muridnya merupakan anak dari pekerja lepas
kebun. Jarak rumah Alfan dengan sekolah ditempuh kurang lebih 11 km, dengan
waktu tempuh 40-45 menit perjalanan. Selama pandemi dua tahun belakangan ini,
dengan adanya pembelajaran jarak jauh (PJJ) Alfan mengaku bahwa terbantu sekali
dengan adanya internet, meskipun pengajarannya tidak efektif.
“Sebelum ada jaringan Wifi, sekolah kita merupakan blank spot. Hanya
ada satu provider yang bisa menangkap sinyal. Itupun harus ke belakang bukit
sekolah kita beri nama Pondok Sinyal” Tegasnya. Dikuatkan lagi oleh warga
Afd Besaran, Sanidin, 65, ia mengaku bahwa sebelum ada jaringan wifi, sinyal
handphone hanya ada di area masjid saja.
Permudah Pembelajaran hanya melalui Aplikasi Whatsapp
“Hanya sebatas menggunakan media aplikasi chat
Whatsapp, dan
kurang efektif, secara sosial dan emosi kurang.” jelas Alfan. Alfan juga
mengaku, senang sekali karena bisa lebih mengenalkan berbagai akses belajar
secara online namun sayangnya terkendala dengan sinyal. Uniknya, jangankan
sinyal telekomunikasi, listrik saja baru masuk setelah 72 tahun Indonesia
Merdeka atau awal tahun 2018. Sebelum tahun 2018, Masyarakat dusun Kaliselogiri
memanfaatkan diesel pabrik untuk menyalakan listrik. Itu pun listrik hanya
menyala 5 jam. Listrik menyala jam 5 sore, mati jam 10 malam.
![](https://rumahliterasiindonesia.org/wp-content/uploads/2022/05/WhatsApp-Image-2022-05-14-at-18.29.50-300x225.jpeg)
upacara pertama setelah dua tahun pandemi
“Dukanya ya, ya terkait jaringan. mau diajak zoom gak kuat sinyalnya,
Jadi hanya sebatas melalui media
Whatsapp. Tidak bisa eksplorasi lebih
lanjut.” Tegas Alfan. Ia juga sekarang bersyukur karena jaringan wifi
sudah mulai masuk ke dusun Kali Selogiri. Pembelajaran jarak jauh dalam setahun
terakhir terbantu sekali, media yang digunakan pun sekarang beragam tidak hanya
menggunakan aplikasi chat
whatsapp sekarang bisa menggunakan media
youtube
sebagai tambahan penguat materi. Ia mengaku sebelum ada jaringan wifi yang
tersebar di 3 afdeling, pembelajaran hanya menggunakan teks yang dikirim
melalui pesan chat.
Memanfaatkan Aplikasi Gratis Milik Google
Berbeda dengan Alfan, ada salah satu tenaga guru honorer dari satu desa
namun beda dusun mengaku sudah memanfaatkan internet dengan baik. Namanya Ina,
Ia mengaku kalau pembelajaran jarak jauh, ia memanfaatkan google form dalam
pembelajaran daring. Tugas menggunakan Google form atau pembelajaran daring itu
hanya diperuntukkan untuk siswa yang mempunyai Handphone dan memiliki paket
data.
Ina memberi solusi, jika yang tak memiliki handphone muridnya di ajak
kerumahnya untuk mengerjakan tugas. Jumlah muridnya hanya dua orang. Ia Juga
mengatakan kendala yang dialami sama adalah jaringan internet. Selain itu, Ina
juga mengembangkan diri melalui pelatihan pelatihan online tentang penggunaan
aplikasi gratis yang bisa digunakan untuk pembelajaran pada muridnya.
Anak Berkebutuhan Khusus juga bisa Menikmati penggunaan Internet
“Tidak semua murid saya itu bisa menggunakan Internet dengan baik, ada
murid saya bernama Deddy Mizwar.” Nurul Imam S.PdI, seorang guru SMPLB
negeri 1 Banyuwangi kelas 8 Hambatan A (Netra). Imam menambahkan Kendala yang
utama tetap ada di jaringan. Waktu pandemi kemarin penggunaan internet ini
tidak efektif sama sekali, karena anak dengan hambatan netra ini kesulitan
dalam menerima penjelasan materi.
“Akan menjadi sulit ketika
harus menjelaskan bangun ruang, atau bagaimana posisi tahiyat akhir ketika
tanpa tatap muka”, tambah Imam. Selain itu tidak semua handphone murid
muridnya itu akses internet selain kendala jaringan ada juga kendala ekonomi,
tidak semua memiliki smartphone. Namun Imam memiliki siasat yaitu dengan
Guling, Guru Keliling.
“Kebetulan Murid saya tidak banyak jadi saya yang keliling mendatangi
murid murid saya”, tutup Imam yang juga mengalami hambatan penglihatan.
![](https://rumahliterasiindonesia.org/wp-content/uploads/2022/05/WhatsApp-Image-2022-05-14-at-20.47.47-300x142.jpeg)
Sementara SLB Matahati memiliki kebijakan yang hampir sama dengan SMPlb
negeri 1 Banyuwangi,
“Kami dari sekolah slb yang mutiple hambataannya, jadi sangat kesulitan
untuk daring . Maka kami luring, mengunjungi murid satu per satu. Kebetulan
muridnya tak begitu banyak kan.” Ujar Fais Zathur Rosida, guru sekaligus
merangkap kepala perpustakaan SLB Matahati.
“Kebanyakan akses internet dibantu oleh orang tua, karena agak sulit
dengan hambatan multiple untuk mengakses internet” tambah Fais.
Pesat Tapi Belum Merata
Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite pada Januari 2021. Di Asia
Tenggara, tingkat adopsi internet Indonesia merupakan yang tertinggi ketiga di
kawasan, dengan angka 73,3 persen, Indonesia berada di depan Thailand dan
Vietnam dalam tingkat adopsi internet di Asia Tenggara. Pengguna internet di
Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat
15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu.
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2020 yang dirilis Google, Temasek, dan
Bain, satu dari tiga orang pengguna internet di Indonesia merupakan pengguna
baru yang mengakses layanan tersebut akibat pandemi. Survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pun menunjukkan penetrasi
pengguna internet meningkat, yakni dari 64,8% pada 2018 menjadi 73,7% hingga
kuartal II-2020.
Memang terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan internet di
Indonesia namun ketimpangan ini berasa ketika kita melihat masih banyak di
pelosok desa yang terbatas akses digital. Hal ini diamini oleh pemerintah
Indonesia bahwa ada ketimpangan dalam penggunaan internet di Indonesia. Namun,
Pemerintah Republik Indonesia Selalu berupaya membangun infrastruktur digital
yang kuat dan inklusif untuk meningkatkan konektivitas telekomunikasi dalam
menjembatani kesenjangan digital. Dikutip dari
kominfo.go.id, Menteri Komunikasi dan Informatika
Johnny G. Plate menyatakan, Pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum pandemi
untuk mempercepat transformasi digital. Bahkan telah menerapkan strategi untuk
mengatasi kesenjangan digital melalui penguatan infrastruktur digital,
pengembangan talenta digital, dan pembentukan hukum yang tepat untuk melengkapi
regulasi primer. Pemerintah Indonesia serius dalam mengatasi
kesenjangan digital ini, selain membangun infrastuktur internet yang masif di
wilayah yang belum terjangkau internet, pemerintah juga meningkatkan kapasitas
SDM melalui peningkatan Literasi Digital Nasional.
“Pembangunan infrastruktur digital sendiri harus disertai dengan
pengembangan kapasitas SDM. Untuk itu, Kominfo telah memulai program
komprehensif untuk membina keterampilan digital talenta digital Indonesia di
tiga level, yaitu tingkat dasar, menengah, dan lanjutan,” Kata Johnny G. Plate
dikutip dari
kominfo.go.id. Bahkan Kementerian Komunikasi dan Informasi menargetkan akan mampu menjangkau 50 juta penduduk Indonesia pada tahun 2024. Dikutip dari
Indonesia.go.id, sampai tahun juli 2021, program ini sudah menjangkau 2,6 juta Masyarakat Indonesia yang mengikuti
pelatihan literasi digital dan untuk mengetahui informasi lebih banyak
mengenai program ini dapat mengakses media sosial Kominfo. Menurut Dedy
Permadi, program Literasi Digital Nasional menghadirkan 4 modul, antara lain,
kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
Comments are closed