Keterbatasan tak menghalangi anak-anak berkebutuhan khusus di SLB Kalipuro terus berkarya. Kali ini Teater Langgas berkolaborasi dengan Teater Negeri Dongeng membuat karya film bertema horor. Menggandeng salah satu rumah produksi yang berasal dari Kota Genteng, Yoe Cinema berkesempatan manjadi bagian dari film yang disutradarai oleh Faisal Riza. Seniman yang selama ini aktif menjadi pengurus Yayasan Rumah Literasi Indonesia serta mengelola kampus Negri Dongeng Performance Institute.
Film yang berdurasi sekitar 7 menit tiap episodenya ini rencananya akan tayang di sebuah stasiun tv lokal. Termasuk juga akan diunggah di beberapa media sosial. Saat ini episode 1 telah diunggah di chanel facebook dan youtube.
Aktor dan artis dari film ini semua diperankan oleh guru-guru, siswa SLB serta relawan dari Teater Negri Dongeng. Meskipun memilki keterbatasan dalam bentuk komunikasi dengan ABK, Faisal Riza mengaku mendapatkan tantangan untuk bisa memfasilitasi bakat akting anak-anak berkebutuhan khusus. Apalagi peran mereka menjadi sosok hantu, peran yang tentu membutuhkan kemampuan tingkat tinggi untuk membuat suasana menjadi sangat mistis.
“Awalnya banyak pesan yang tidak sampai ketika berkomunikasi dengan mereka yang memilliki keterbatasan bicara dan mendengar. Tapi pelan-pelan saya mengerti bahasa isyarat dan belajar langsung dari mereka. Alhasil selain komunikasi secara isyarat yang saya pakai, menggunakan perasaan juga tidak kalah penting agar pesan mudah diterima oleh anak-anak ABK”, jelas Faisal Riza, laki-laki yang belasan tahun mendalami seni pertunjukan.
Untuk menambah nuansa horor, selain skill bermain peran, kostum dan make-up juga menjadi hal yang penting. Ayu Laksmi, guru yang mengabdikan diri di SLB Kalipuro membantu untuk urusan make-over. Bakatnya dalam urusan poles-memoles wajah sudah tidak diragukan lagi. Kecintaannya di dunia make-up khususnya make-up character membuat ia sering membuat karya. Medianya bisa dirinya sendiri maupun orang lain.
“Untuk film Pengabdi Sekolah ini, saya merasa tertantang untuk membuat karakter yang horor. Untuk itu saya harus mencari beragam referensi karakter di buku maupun internet untuk bisa mendukung karakter yang diinginkan sutradara”, jelas Ayu, perempuan lajang yang juga berperan sebagi actor utama film ini.
Faisal Riza juga menjelaskan bahwa sebagai seorang seniman ia harus ikut mengambil peran untuk bisa mengapresiasi ABK yang saat ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Tak hanya membuat karya film, saat ini pun ia masih aktif setiap minggu untuk mendampingi ABK di Rumah Baca Gubug Laksmi dan beberapa jaringan rumah baca yang berkolaborasi dengan Rumah Literasi Indonesia untuk membuat kegiatan kesenian, baik bermain musik, bermain permainan tradisonal, pantomime, operet anak, teater dan sebagainya.
Rencanya, episode selanjutnya akan diproduksi bulan ini dan masih bersama para relawan yang selama ini giat melakukan kampanye tentang pendidikan inklusi. Meskipun belum ada pihak sponsor yang mensupport karya film ini, Faisal Riza tetap yakin semangat Nol Rupiah yang ia miliki adalah modal untuk membuat karya yang bisa bermanfaat untuk masyarakat.
“Semangat nol rupiah itu bukan berarti kita gak butuh dana. Ini adalah pemikiran yang keliru. Coba bayangkan sendiri untuk make-up, kostum, jasa produksi, editing, konsumsi, dan lainnya. Ini tentu harus dihargai. Mereka bekerja dengan panggilan hati bukan panggilan gaji. Pemikiran yang serba gratisan ini tak baik untuk pengembangan diri. Kemana-mana nanti semangatnya mengemis. Ini namanya pesimis, alias Penyakit Si Miskin”, ungkap Faisal saat ditemui setelah mengajar koreo tari egrang.
Comments are closed