Sampah memang masih menjadi persoalan hampir di setiap tempat. Minimnya kesadaran warga untuk memilah sampah dari rumah memang perlu upaya yang cukup panjang. Terlebih lagi jika kita berada di lokasi wisata. Hampir setiap orang yang datang ke lokasi wisata selalu menghasilkan sampah.

Melihat fenomena tersebut, Kampoeng Recycle Ketapang mencoba mengambil langkah inovatif untuk mensosialisasikan pentingnya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Khususnya tentang pemanfaatan plastic agar tidak terbuang ke tempat sampah, sungai ataupun laut.

Sekumpulan kelompok perempuan yang tergabung dalam Kampoeng Recycle menggelar lapak yang isinya produk berbahan dasar plastic di Pasar Tradisional “Suguhan Ndeso”. Lokasi wisata rintisan ini dimanfaatkan Kampoeng Recycle untuk mengkampanyekan pemanfaatan sampah plastic untuk dijadikan bahan yang bernilai.

Pasar Tradisional yang dibuka setiap minggu pagi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Desa Ketapang dan sekitarnya. Sebab, ada beragam makanan tradisional khas desa yang membuat penasaran, sehingga masyarakat begitu antusias untuk datang ke Dusun Pancoran, tepatnya berdekatan dengan lokasi Sumber Penawar.

Nurhidayati, Ketua Kampoeng Recycle Ketapang mengapresiasi langkah pemerintah dan berkolaborasi dengan Pokdarwis Penawar Sari yang telah merintis kegiatan “Suguhan Ndeso” setiap minggu tersebut. Menurutnya, lokasi wisata di Desa Ketapang harus mampu menunjukkan budaya yang baik khususnya dalam tata kelola lingkungan yang bersih, terutama dalam mengelola sampah.

“Meskipun kita tidak bisa menghindar dari penggunaan plastik di lokasi kuliner ini, tapi kami bersama ibu-ibu pengiat lingkungan akan terus melakukan kampanye tentang kepedulian terhadap sampah plastik.” ungkap Nurhidayati.

Para pedagang yang berjualan di lokasi Penawar Sari memang tidak semua menggunakan bahan alami, mereka masih menggunkan plastic untuk mengemas makanan yang dibeli oleh pengunjung. Namun, ada beberapa contoh baik yang dilakukan beberapa pedagang yang mulai dari makanan hingga kemasan, semua menggunakan bahan alami.

Nur Ahmadi misalnya, lapaknya menyajikan makanan kas Desa Ketapang, seperti Tepaka Buuk, The Secang dan Tiwul. Semua makanan ini dibuat dengan bahan-bahan alami, termasuk disajikan emnggunakan piring daun jati atau dibungkus dengan daun pisang.

“Ada banyak sekali makanan kas desa yang selama ini mungkin belum banyak dikenal oleh warga setempat. Termasuk bagaimana menyajikan hasil masakan dengan bahan-bahan alami seperti, piring daun jati, daun pisang dan sedotan dari bambu.” Jelas Nur Ahmadi yang juga tergabung dalam anggota Kampoeng Recycle

Menyadarkan pentingnya tata kelola sampah pada masyarakat memang dibutuhkan cara-cara kreatif dan inovatif. Salah satu contoh, kehadiran Kampoeng Recycle di lokasi wisata untuk mengajak warga agar mulai peduli terhadap persoalan sampah mulai dari rumah tangga. Terlebih lagi jika warga berkunjung ke lokasi wisata, maka budaya membuang sampah pada tempatnya adalah keterampilan dasar yang harus dimiliki.

#

Comments are closed