Bertempat di Wisma Atlet Banyuwangi, puluhan anak-anak anggota FAWANGI (Foruma Anak Banyuwangi) dari berbagai unsur ikuti kegiatan tahunan Kongres Anak 2019 dan berlangsung mulai tanggal 26-28 September. Tidak hanya anak yang mengenyam pendidikan SMP dan SMA saja, kegiatan ini juga dihadiri oleh anak-anak difabel hingga mereka yang putus sekolah.

Kongres Anak tahun ini mengusung tema “Suara Anak Indonesia”, dipilih melalui diskusi panjang selama 1 bulan terakhir ini. Mereka mengumpulkan segala bentuk informasi dari lingkungan di sekitar maupun di komunitasnya sebagai bahan dasar merancang agenda yang mendukung upaya pemenuhan Hak Anak.

Hari pertama, tepatnya tanggal 26 September 2019, pengurus ini FAWANGI mengikuti program Training Of Fasilitator (TOF) menggandeng trainer nasional dari lembaga Plato dan Permata Academy. Selama sehari anak-anak ini dibekali tentang teknik fasilitasi, sebab di pada tanggal 27-28 September mereka bertugas memfasilitasi anak-anak wakil dari 25 Kecamatan , Anak Difabel dan Anak Putus Sekolah.

Kongres tahun ini dibuka langsung oleh Asisten Administrasi Pembangunan dan Kesra, Suyanto Waspo Tondo, yang akrab dipanggil Yayan. Beliau mengapresiasi anak-anak yang bergabung menjadi anggota FAWANGI. Sebab, menurutnya wadah ini bisa menjadi lingkungan positif untuk membentuk karakter kepemimpinan sekaligus mendeteksi beragam persoalam terkait pemenuhan Hak Anak.

“Kecerdasan yang dimilki anak tidak hanya tentang IQ, apalagi mereka lahir di abad 21. Selain pengetahuan dan wawasan yang harus di tingkatkan, kecerdasan emosional dan spiritual harus menjadi pondasi yang kuat. Tanpa ini, anak-anak tidak akan menjadi karakter yang unggul”, pungkas Yayan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB)  sebagai leading sector dari terselenggaranya Konres Anak 2019 mengupayakan agar pasrtisipasi lingkungan terus tumbuh agar membantu terwujudnya ekositem belajar yang positif untuk anak. Untuk itu di tingkat lokal, DPPKB menggandeng Yayasan Rumah Literasi Indonesia (RLI) sebagai mitra kerja dalam pengembangan budaya literasi di masyarakat.

Zen Kastolani, Kepala Dinas PP dan KB saat ikut membuka Kongres Anak 2019 memaparkan tantangan kondisi sosial hari ini begitu besar. Sebab, pesatnya kemajuan dan tekhnologi di era industri 4.0 ini akan mengubah pola interaksi manusia dan mempengaruhi komunikasi mulai di dalam keluarga, lingkungan kerja atau aktivitas keseharian manusia.

“Untuk menyiapkan generasi yang berkarakter dan berwawasan, pemerintah harus mengajak lebih banyak lagi masyarakat  terlibat, sehingga anak-anak terpenuhi hak-haknya”, ungkap Zen Kastolani.  

Salah satu isu penting yang disuarakan di Kongres Anak 2019 adalah tentang budaya literasi yang masih rendah. Menurut tim Riset RLI, ada berbagai persoalan kenapa Banyuwangi harus lebih membumikan pentingnya literasi sebagai pendorong perubahan di seluruh aspek kehidupan.

Nanang, Faslitator nasional yang didatangkan dari lembaga Plato memaparkan betapa pentingnya budaya literasi agar anak-anak bisa memprediksi situasi ke depan. Menurutnya, masih banyak anak-anak yang belum mendapatkan kesempatan untuk menjangkau dan memperluas wawasannya di lingkungan tempat tinggalnya.

“Membuka akses dan mengajak berbagai elemen untuk bisa terlibat mendidik adalah solusi yang perlu didorong. Karena pemerintah tentu memilki keterbatasan untuk menjangkau kelompok-kelompok anak-anak yang rentan. Sehingga melalui partisipasi di level akar rumput, berbagai permasalahan bisa terurai perlahan”, ungkap Nanang saat memfasilitasi Forum Anak Banyuwangi

Salah satu output kegiatan yang digagas selama 3 hari ini selain menghasilkan rancangan program selama satu tahun, anak-anak juga membuat rekomendasi terhadap beberapa persoalan yang diangkat sebagai isu strategis dalam mewujudkan Kota Layak Anak.

#

Comments are closed