Jika masih ada anggapan bahwa desa adalah tempat untuk mengurus administrasi kependudukan saja, tempat kita mudik atau melepas lelah di kampung halaman setelah kerja di kota besar, atau hanya tempat orang-orang kampung yang gak akrab perkembangan tekhnologi.
Sepertinya anggapan tersebut sudah jadi miskonsepsi yang mulai terkikis hari ini. Ada benyak sekali desa di berbagai wilayah yang memiliki kemapuan maju, tidakhanya urusan infrastruktur tapi juga tentang bagaimana membangun sumber daya manusianya. Kemajuan di hal ini berdampak pada meningkatnya kesejahteraan warganya.
Bukti nyata yang di lakukan oleh Junaidi Mulyono yang menyulap Desa Ponggok, Klaten Jawa Tengah, dari desa termiskin menjadi desa terkaya di Indonesia. Penhasilannya dalam setahun bisa mencapai 12 Milyar. Puluhan ribu wisatawan datang tiao bulanya untuk menikmati pemandangan bawah laut dengan atraksi foto bersama beragam jenis ikan dan asesoris yang unik.
Kisah keberhasilan Desa Ponggok sudah seharunya menjadi pemicu anak-anak muda hari untuk bisa terlibat memajukan lingkungannya dengan semangat gotong-royong. Memetakan segala potensi lokal sebagai modal sosial untuk menggerakkan pembangunan. Syarat utamanya terletak pada semangat pembelajar warganya.
Seperti yang dilakukan Rumah Baca Ainina, yang berlokasi di Desa Gitik Kecamatan Rogojampi. Dalam rangka mengambil peran untuk meningkatkan wawasan anak-anak muda untuk bisa leih jauh mengenal sekaligus mampu mengelola potensi lokal, Rumah Baca Anina menyelenggarakan program “Sekolah Desa”.

Emi Hidayati, Founder Rumah Baca Ainina yang menjadi inisiator “Sekolah Desa” menyambut baik antusias anak-anak muda yang ingin belajar tentang desanya. Ia mengatakan bahwa kemajuan desa salah satunya dipengaruhi oleh geliat pemudanya untuk terlibat merencanakan sekaligus terlibat mengelola sumber-sumber penghidupan.
“Belum banyak pemuda desa yakin bisa hidup sejahtera jika bekerja di desanya. Itu sebabnya kami bersama teman-teman relawan dari berbagai kompetensi terlibat menginisiasi Sekolah Desa ini agar salah kaprah yang begitu masif ini bisa kita bongkar, sehingga anak-anak mudanya yakin akan masa depannya di desa”, ungkap Emi Hidayati perempuan yang juga sebagai akademisi di salah satu perguruan tinggi di Banyuwangi.

Peserta dari program “Sekolah Desa” ini sementara bagi mereka yang terlibat di Karang Taruna, Komunitas Kreatif dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Meskipun kedepan program ini terbuka bagi Perangkat Desa/Kelurahan, PKK dan BUMDES.
“Kami ingin memulainya dari kelompok yang memiliki peluang terbesar dalam menerima kebaharuan, yaitu Karang Taruna. Mereka generasi milenial yang hari ini begitu cepat beradaptasi dengan kemajuan tekhnologi, sehingga mengawali program ini pesertanya dari kaum muda”, pungkas Emi Hidayati.
Tahun ini “Sekolah Desa” menargetkan ada 2 Desa yang akan mendapatkan coaching, yaitu Desa Gitik, Kecamatan Rogojampi dan Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro. Materi yang di dapatkan diantaranya tentang Pemetaan Potensi Lokal, Membangun Jejaring, Managemen Karang Taruna, Pengembangan Budaya Literasi dan Advokasi Kebijakan.
Comments are closed