Oeh   :  Mohammad Hasyim

              Kesempatan itu datang lagi.   Atas  rekomendasi ketua DP kunjungan kali ini menyasar khusus Sekolah Dasar Negeri.  Tidak bisa menjangkau banyak sekolah karena perintah – imbauanya  (via WA group DP)  datang di ujung pekan. Meski fokus utamanya melihat atau kerenya monetoring dan evaluasi (monev)  pelaksaaan Ujian Akhir  Sekolah (UAS) – dulu UASBN , tak luput merembet juga ke  hal – hal  lainya. Tetapi  kali kali ini perihal ujian akhir sekolah saja . Yang lain-lain kita kesampingkan dulu.

Kurikulum operasional SD

      Ada dua macam kurikulum  operasional – aktual yang beberapa tahun terahir digunakan di SD, masing – masing Kurikulum 2013 atau yang dikenal dengan K.13, dan kedua adalah kurikulum  2021  atau dikenal dengan kurikulum merdeka. Kurukulum 2013 (K.13)  adalah antitesa kurulukulum yang berlaku sebelumnya, kurikulum 2006 yang ditengarai terlalu sentralistik.  Kurikulum ini (K.13) digunakan untuk siswa  yang hingga tahun ini masih  duduk di klas 2, 4, 5 dan 6. Sementara kurikulum merdeka baru diterapkan di klas 1 dan klas 3. Kurikulum merdeka sedniri sebenranya baru bersifat opsional, belum merupakan kwajiban penuh.

          Banyak syarat yang harus dipenuhi jika suatu SD akan menggunakan kurikulum ini, salah satunya harus sudah ada guru yang mengikuti pelatihan kurikulum merdeka dan guru penggerak. Guru inilah nantinya yang akan menularkan  pengetahuan dan ketrampilan/kecakapan  hasil diklatnya ke guru-guru lainya baik di sekolahnya sedniri maupun  guru-guru diluar sekolahnya. Guru-guru inilah yang diharpkan menjadi motor penggerak dan penebar virus  perubahan-perubahan positif di sekolah.

            Mereka bisa mmanfaatkan kelompok-kelompok kerja guru seperti MGMP atau KKG. Kesiapan itu juga dibuktikan dengan telah terdaftarnya sekolah  tersebut di laman Kemdikbudristek bidang Kurikulum melalui Dinas Pendidikan setempat. Sementara bagi sekolah-sekolah yang belum siap menggunakan kurikukum merdeka  tetap diperbolehkan menggunakan kurikum 2013 hingga berahirnya masa studi   siswa yang masih menggunakan K.13.

Ujian Ahir Sekolah

      Berlakunya dua macam kurikulum, berlaku juga  dua model Ujian Ahir Sekolah.   Bedanya yang ikut ujian klas I dan klas III mengikuti  ujian ahir semster atau yang biasa dikenal dengan ulangan sumatif untuk menentukan keniakan klas ke level yang lebih tinggi. 

Yang mengikuti ujian ahir sekolah tahun ini adalah siswa siswa klas VI yang masih menggunakan Kurikulum 2013. Nilai  Ujian akhir ini  digunakan untuk menentukan kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Yang   menjadi soal adalah bagaimana Ujian Ahir Sekolah itu di kelola.  Bagaimana Ujian itu dilaksanakan.  Bagaimana naskah soal disiapkan. Siapa yang menyusunya , siapa yang mengawasi ,siapa yang mengoreksi dan siapa pula yang berhak menetukan lulus-tidaknya siswa peserta Ujian Ahir Sekolah. 

        Sesuai semnagat otonomi, sejatinya Kurikulum 2013 adalah kurikulum  yang menyerahkan sebagian besar kewenangan penyusunan dan pelaksnaanya Ujian sekolah kepada masing-masing satuan  pendidikan /sekolah.  Yang ini berarti penyelenggaraan ujian sekolah juga menjadi otonomi guru. Dan nyatanya,ujian nasional ahir sekolah telah ditiadakan alias dihapus oleh pemerintah. Beberapa tahun terahir sudah tak ada lagi Ujian Ahir Berstandar Nasional atau  UASBN. Ujian akhir sekolah  diserahkan dan menjadi kewengan/otoritas  masing-masing sekolah / guru.

Fakta di sekokah.

       Jika K.13 mengamanahkan ujian akhir sekolah ke otoritas masing-masing guru, harusnya ujian itu benar-benar menjadi hak paten setiap-guru. Guru yang  menyiapkan kisi-kisi soal, menyusun materi ujian dan mengatur pelaksanaanya. Guru pula yang harusnya menyajikanya dihadapan siswa, mengawasinya, dan mengoreksinya. Dan,  kewenangan itu pada ahirnya berujung pada penentuan lulus-tidaknya mereka oleh guru yang bersangkutan. Tapi temuan dilapangan msih mendapati fakta yang berbeda.

         Dengan berbagai  dalih /alasan Ujian ahir sekolah belum sepenuhnya  dikelola dan  dipercayakan kepada guru. Beberapa alasan memang masuk akal, seperti untuk efeiensi  karena  mencetak naskah soal  dan merakitnya  juga butuh biaya. Jika jumlah  siswa peserta ujian sedikit tentu tidak efisien. Soal kemampuan misalnya, belum atau tidak semua guru memiliki kemampuan menyususn soal sesuai standar  penilaian yang berlaku (yang ini agak aneh).

          Nah, keterbatasan itulah yang kemudian sekolah-sekolah menyerahkan penyusunan naskah soal Ujian Ahir Sekolah dan penggandaanya  melalui KKG. Karena lewat KKG tentu  saja tidak semua guru terlibat dalam proses itu. Jadi Ujian Ahir Sekolah tahun ini masih belum banyak berubah. Masih seperti yang dulu dulu.  Di koordinir oleh Dinas lewat KKG.

          Yang menggembirakan, bahwa  tidak semua proses rangkaian kegiatan UAS tersebut ditangani dan/ atau  diambil alih sepenuhnya oleh Dinas  melalui KKG.  Masih ada sebagian irisan kegiatan dimaksud  yang diserahkan kepada guru atau sekolah, yaitu kepengawasan ujian. Sehingga meski  dalam suasana Ujian yang cenderung formal, kaku  dan kadang harus

mengerjakan  soal ujian yang bisa saja sulit karena beda  dengan  yang diajakran oleh guru klasnya/wali klasnya , anak-anak tetap happy karena diawasi oleh gurunya sendiri, meski bukan wali klasnya. Pengawas itu masih berasal dari internal sekolah.  Mudah-mudahan  hasil jawaban siwa juga di koreksi sendiri oleh wali klas/gurunya sendiri. Pun keputusan  lulus-tidaknya anak-anak juga tetap  ditangan  guru/wali klasnya.  Karena itu   esensi otoritas dari seorang  guru.

Selasa, 13 Juni 2023.

______________________

          Mohammad Hasyim, Pengurus Dewan Pendidikan Kab. Banyuwangi, mengajar di IAI Ibrahimy Genteng Banyuwangi

#

Comments are closed