Oleh Faisal Riza
Argumentasi bahwa, potensi dasar anak-anak tak hanya melulu dilihat dari besarnya nilai akademiknya saja, tetapi juga musik, tari, puisi, novel, lukisan, yang diperuntukkan bagi pemenuhan dan pertumbuhan cita rasa bathinnya, konon bisa memompa sedikitnya 10 persen anak-anak kreatif yang tidak tergantung atau terpengaruh oleh lingkungannya, melainkan oleh dirinya sendiri, sementara 80 persen gambaran umum mengatakan bahwa pertumbuhan anak-anak ditentukan oleh warna lingkungannya, dan 10 persen sisanya, meskipun pendidikan bagus, lingkungan bagus, tetap saja tak mencetak manusia kreatif.
Anak-anak kita sesungguhnya terlahir dalam kondisi kecerdasan yang sama dengan anak-anak di belahan bumi yang lain, hanya saja masyarakat kita mungkin sedang belajar, berproses menyediakan suatu lingkungan dan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan secara prima potensi-potensi generasi mudanya.
Mengapa anak-anak kita yang sejatinya cerdas-cerdas menjadi kurang bertumbuh? Karena kita orang tua punya kecenderungan untuk terlalu mengatur mereka, terlalu menentukan, terlalu menyutradarai, terlalu khawatir, terlalu melarang atau memerintah.
Dalam konteks – “terlalu” di atas adalah sesuatu yang berlebihan, diluar batas kewajaran yang seharusnya di mungkinkan oleh potensi dasarnya anak-anak sebagai MANUSIA PEMBELAJAR. Seperti yang ditulis Emha Ainun Nadjib dalam salah satu artikelnya, “Mentalitas feodalistis masyarakat kita bagaimanapun sangat mendukung keterbelakangan.”
Comments are closed