Relawan bukan sekedar orang yang hanya turun tangan membantu bencana alam seperti banjir, gunung meletus, tanah longsor, tsunami atau putting beliung. Relawan juga sering dipandang sebelah mata, mereka yang menjadi relawan biasanya orang yang nggak puna kerjaan, waktunya luang, bahkan hanya  mengisi liburan saja. Miskonsepsi inilah yang gencar di kikis oleh Yayasan Rumah Literasi Indonesia melalui kampanye gerakan literasi di Banyuwangi. Salah satunya melalui kegiatan VCB (Volunteers Capacity Building), yaitu kegiatan yang rutin dilaksanakan melalui undangan terbuka bagi siapapun yang ingin belajar meningkatkan keilmuan dalam mengembangkan budaya literasi dI masyarakat, komunitas, instansi maupun lembaga pendidikan.

 

VCB 2018 kali ini, Rumah Literasi Indonesia menggandeng KPA Banyuwangi dan Prasasti untuk melaksanakan kegiatan pelatihan relawan selama 2 hari. Di bawah kaki Gunung Raung, tepatnya di Karo Adventure menjadi lokasi yang dipilih oleh panitia sebagai tempat berbagi praktik baik kerja-kerja lapangan. Sebanyak 40 relawan berhasil lolos mendapatkan beasiswa dan 5 orang mendaftar dengan biaya mandiri. Peserta pun datang dari berbagai kota di Pulau Jawa. Mereka datang jauh-jauh dari Jogja, Semarang, Jombang, Surabaya, Malang, Jember dan Bondowoso untuk bisa terlibat dalam kegiatan VCB 2018 di Banyuwangi.

Ketua Panitia, Surya Marta sekaligus Ketua Rumah Literasi Banyuwangi menjeaskan bahwa kegiatan ini merupakan kerja kolaborasi antar lembaga dan mendapatkan apresiasi dari para peserta karena banyak yang datang dari luar kota Banyuwangi, sehingga keberagaman pengalaman yang dibagikan dalam agenda VCB menjadi menarik untuk dipelajari.

 

“Perlu ada cara baru untuk merangkul para milenial, mereka punya cara belajar yang beragam di era tekhnologi yang semakin maju ini. Sehingga VCB 2018 ini perlu dikemas semenarik mungkin dengan konten materi yang memiliki korelasi dengan kondisi terkini. Meskipun awalnya sempat pesimis peserta yang daftar sedikit, tapi yang terjadi justru panitia menutup pendaftaran beasiswa lebih awal karena banyaknya peserta yang mendaftar”, jelas Surya Marta, pimpinan RLB yang akrab dipanggil John Tata.

Tema yang disusung pada acara VCB 2018 yaitu “Membangun Kampung Halaman Dengan Karya Bersama Generasi Milenial”. Latar belakang dari tema ini adalah karena melihat perkembangan iptek yang begitu pesat mampu mempengaruhi pola interaksi manusia. Hal ini akan berdampak pada pendidikan karakter generasi saat ini. Belum lagi melihat budaya literasi yang rendah. Menjadikan generasi saat ini mudah menerima informasi yang sumbernya belum tentu benar. Kesadaran kritis yang belum terasah dengan tajam adalah salah satu maslaah serius anak muda jaman sekarang.  Salah satu akibatnya sering muncul kasus kekerasan seksual, trafficking, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba sampai penularan HIV dan AIDS.

 

Narasumber VCB 2018 hadir membahas isu yang beragam, mulai dari Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Ekonomi, Lingkungan, IPTEK, Kerelawanan, Seni dan Budaya dalam gerakan literasi. Beragam metode belajar pun di gunakan oleh narasumber. Muali dari Presentasi, Role Play, Outbond, Fun Games dan FGD.

 

Di hari pertama peserta diajak untuk berdiskusi tentang makna literasi yang kompehnsif. Sekaligus membuka cakrawala pikir peserta bahwa literasi tidak harus dimulai dari urusan membaca dan menulis saja. Ada banyak cara yang di presentasikan oleh narasumber berkaitan dengan bangaimana mengembangkan budaya literasi melalui gerakan 1000 Rumah Baca. Founder Yayasan Rumah Literasi Indonesia, Tunggul Harwanto menjelaskan alasan kenapa memulainya harus dengan Rumah Baca/Taman Baca Masyarakat, tantangan yang dihadapi pengelola Rumah Baca/TBM serta bentuk kegiatan yang inovatif untuk meningkatkan budaya baca masyarakat terutama anak-anak.

 

“Selama 2 hari ini, peserta VCB betul-betul antusias dan semakin yakin bahwa perubahan segala aspek kehidupan harus dimulai dari literasi. Memulainya bisa darimanapun, tidak mutlak dari buku-buku bacaan saja. Yang kami lakukan salah satunya dengan menggali potensi bakat dan minat di bidang seni. Hal ini ampuh ungtuk mengajak anak-anak mencintai buku melaui minat mereka masing-masing.inilah alasan kenapa relawan yang bergerak di isu literasi harus terus belajar sepanjang hayat untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola Rumah Baca/TBM”, jelas Tunggul, laki-laki yang hobi memainkan alat musik.

Kegiatan VCB 2018 menekankan 3 prinsip dasar gerakan. Yang pertama yaitu “Pendidikan Karakter”. Hal ini mutlak menjadi nilai dari kegiatan peningkatan kapasitas relawan. Apapun bentuk karya yang dihasilkan harus menyentuh aspek pendidikan karakter yang baik. Yang kedua, “Kolaborasi”. Kerja barengan menjadi budaya yang harus dijaga, karena relawan tidak bisa belajar sendiri. Relawan harus mengajak banyak orang baik untuk menyebarluaskan gagasan dan ide yang kreatif dan inovatif. Ketiga, “Literasi”. Riset menjadi dasar dalam mengambil setiap keputusan, relawan perlu mengembangkan kemampuan untuk menggali data dan fakta lapangan untuk membuat sebuah keputusan yang tepat.

 

Pada malam hari, peserta VCB diberi ruang untuk menampilkan karya sederhana dengan berkelompok. Dipandu oleh Faisal Riza, Founder Negri Dongen Performent Institue memberikan arahan terkait cara menyampaikan pesan melalui media seni. Salah satunya dengan Pantomim, Musikalisasi, Teater dan Drama. Peserta VCB diberi waktu singkat untuk bisa membuat satu karya kemudian ditampilkan pada acara “Panggung Literasi”. Pada sesi ini selain peserta belajar menangkap pesan yang disampaikan masing-masing kelompok, mereka merasa terhibur dengan beragam karya yang dipersembahkan saat malam keakraban tersebut.

Alfi, peserta VCB yang masih menjadi mahasiswa di Kota Malang merasa sangat senang bisa belajar di moment awal tahun ini. Dia mengatakan bahwa VCB 2018 ini mempu membuka paradigma tentang “Relawan” dan “Gerakan Literasi”di masyarakat.

 

“Saya tertarik mengikuti VCB ini karena hingga saat ini saya juga masih aktif bergerak untuk memfasilitasi anak-anak di lingkungan tempat saya tinggal untuk belajar dan bermain. Saya ingin mendapatkan pengalaman baru serta jaringan baru untuk bisa berkolaborasi. Di acara ini saya benar-benar senang dan juga terharu, ternyata masih banyak saya melihat anak-anak muda mengambil peran nyata untuk pendidikan”, ujar mahasiswi dari Kota Apel tersebut.

Selain mendapatkan materi yang beragam, di hari terakhir peserta VCB membuat komitmen bersama. Yaitu, Pertama, di Banyuwangi khususnya di Kecamatan Singojuruh akan difasilitasi oleh para peserta VBC yang telah mengikuti pelatihan untuk menyiapkan Kecamatan Singojuruh sebagai “Kecamatan Literasi” di Banyuwangi melaui gerakan 1000 Rumah Baca bersinergi dengan Rumah Literasi Indonesia. Kedua, Setiap peserta membuat tulisan tentang kegiatan VCB 2018, kumpulan tulisan tersebut akan dijadikan “Buku Catatan Relawan”. Ketiga, peserta memiliki saluran komunikasi melalui WA untuk bisa berdiskusi dan menampung ide serta berbagi praktik baik di lapangan dalam gerakan kampanye literasi.

 

 

#

Comments are closed