Bukan pasangan, tetapi mereka saling dukung. Disepertiga malam mereka berkumpul, berceloteh kesana-kemari, membahas hal-hal yang pasti untuk orang-orang disekelilingnya. Mereka itulah 5 pemuda yang selalu ingin dan mengharapkan kemajuan di tanah lahirnya. Mereka terdiri dari 3 perempuan dan 2 laki-laki.
Sati, seorang gadis yang masih duduk di bangku SMP, memiliki lesung pipit dan keahlian menari. Prima, gadis yang sangat boros jika dipandang, tetapi disisi lain memiliki kata-kata mutiara yang super-super fantastik. Ana, perempuan penyayang anak kecil dan super sabar. Moko, seorang lelaki yang sangat ahli dalam bidang teknisi dan juga Kusuma lelaki yang super alay tetapi memiliki semangat tinggi.
Sepertinya malam sampai bertemu pagi cuacanya kurang bersahabat. Awan masih rindu dengan tetesan airnya yang jatuh sedikit demi sedikit menyelimuti muka bumi. Begitupun mentari yang masih asyik dengan selimut tebal menutupi hingga tidak mau bergegas untuk menyinari pagi ini. Tetapi itu semua tidak memadamkan semangat pemuda-pemudi pegiat literasi. Mereka pagi-pagi sudah bergegas sesuai dengan tanggung jawab mereka masing-masing.
Apalah daya, masih cukup berat untuk melepaskan rasa kantuk yang memberikan ruang tenang bagi penikmatnya, apalagi tetesan hujan yang mengguyur membuat tertutup rapat-rapat dan tidak mau melepas selimut dari genggamannya.
Pukul 06.00 WIB, terlihat ada seorang lelaki memakai jas hujan, bersandal hijau dan masih lusuh mukanya. Ternyata ia adalah Kusuma yang pagi-pagi sudah menggedor-gedor dan memanggil-manggil Ana. Kusuma pun berbicara kepada Ana dengan menggunakan nada khasnya Nyak tandatangano, mariki Isun kang motokopi, terus Riko ambi lare-lare kang nyebaraken, soale Isun arep ngurusi kang liyane kata Kusuma. Ana aslinya tidak tega dengan Kusuma yang rela pagi-pagi kehujanan demi acara yang satu ini.
Oh…ya acara ini adalah acara yang sangat luar biasa, karena baru pertama kali dilaksanakan di desa pemuda tersebut. Acaranya bernama volunteer school, acara yang diinisiasi oleh para relawan pegiat literasi yaitu Rumah Literasi banyuwangi. Pesertanya pun tak hanya para relawan literasi saja, mereka yang masih awam tentang apa itu literasi juga ikut serta meramaikan acara yang super ini, mulai dari SMP hingga PT. Desa pemuda-pemudi itu bernama desa Bunder Krajan yang berada di daerah pelosok, mengapa dikatakan pelosok? Karena jika kalian berkunjung kesana, terdapat pepohonan lebat yang masih hijau dan di kanan kiri terlihat padi-padi melambai-lambai menyapa para tamu yang berkunjung serta jangan ditanya, jalannya masih penuh dengan grunjalan-grunjalan istimewa yang berkesan hingga tidak bisa terlupakan.
Kusuma pun bergegas menjalankan tugas, Ana dan Sati juga menjalankan misi travellingnya. Misi menyebarkan undangan ke pemuda-pemudi desa agar bisa datang dan menghadiri acara yang sudah di agendakan. Karena masih hujan, payung hijau kesayangan pun menemani travelling kedua gadis itu. Mereka berjalan menyusuri jalan-jalan yang ada di desa mereka. Mulai dari Timur ke Barat, Selatan ke Utara, seperti salah satu lagu dari band ternama Wali dengan cari jodoh jodohnya. Gang-gang, terobosan-terobosan hingga jalan sempit pun harus mereka lalui demi tujuan mereka. Gedor-gedor rumah, teriak-teriak memanggil penghuni, dan jika tidak ada penghuninya, undangan itu pun langsung dimasukkan ke dalam lubang kecil di bawah pintu. Luar biasa triknya.
Jam 12.00 WIB, kelima pemuda tersebut menyiapkan segala keperluan yang ada di Balai Desa Bunder sebagai tempat diadakan acara. Disana mereka bertemu pemuda pegiat literasi yang satunya. Ia bernama Rohman, lelaki yang sangat mahir fotografer, desain, dan super kece deh pokoknya. Jika ada kegiatan, ialah malaikat penolongnya, karena banner, fotografer, desain dan keperluan lainnya dia yang mengerjakan. Keenam pemuda tersebut menyiapkan segala keperluan bersama-sama, hingga teman-teman Rumah Literasi Banyuwangi pun datang dengan membawa pasukan konvoi yang luar biasa. Komandannya pun kakak kece, ia bernama kak Dian Kodok. Seorang lelaki yang mempunyai aura manis jika ditatap dengan penuh perasaan. Hehehe….biasa kebawa baper. Kak Dian dengan mahirnya mengatur pola konvoi, membangun kekompakkan dan semangat yang luar biasa.
Semua bergabung menyiapkan segala keperluan dan menanti peserta yang tak kunjung datang. Akhirnya, satu persatu peserta mulai berdatangan. Peserta bertanya kesana-kemari, ada apa sih sebenarnya? dan mereka pun dengan nikmat mengikuti acara dengan penuh keceriaan. Memang tak sebanding dengan undangan yang disebar, hanya beberapa pemuda yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. Hal itu tidak mengecilkan semangat keenam pemuda yang selalu berkobar. Bagi mereka semua itu sangat luar biasa. Mereka berfikir tidak akan mungkin semua akan terpengaruh. Perlahan-lahan seperti arus air sungai yang selalu tenang mengalirnya. Berawal dari pemuda yang hanya beberapa itulah bukti bahwa suatu saat nanti akan semakin banyak tangan-tangan yang terus melengkapi lingkaran, hingga membentuk lingkaran besar dan bersama-sama mewujudkan mimpi-mimpi yang telah terukir.
Salam literasi untuk seluruh pegiat literasi di Indonesia. Salam literasi, Pantang Tanya Sebelum Baca.
Jember, 10 Agustus 2017. 23.25
___________________________________________
Sy_blue (Siska Yuliana)
Mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra tingkat akhir. Pegiat literasi di Rumah Literasi Indonesia. Founder rumah baca biru (sekarang menjadi rumah baca antogan).
Comments are closed