Menjadikan lingkungan bersih dan sehat tentu tidak bisa kerjakan sendirian. Semangat kerja kolaborasi inilah yang dipunyai oleh para penggerak perempuan di Bank Sampah Sahabat Ibu dan Kampoeng Recycle. Berlokasi di Perumahan Taman Gadiing, Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Bank Sampah yang berdiri sejak tahun 2017 ini berhasil membuat konsep pengelolaan terintegrasi.

 

Ada tiga eleman dasar yang menjadi pilar dalam mengelola sampah yang berasal dari rumah tangga. Pertama, Ecostructures, yaitu keberadaan tata ruang yang sehat dan penempatan infrastruktur yang memenuhi standar keberlanjutan lingkungan. Termasuk dalam kategori ini antara lain adalah, bak sampah, tanaman penghijauan hingga Taman Recycle. Taman Recycle adalah arena publik di dalam pemukiman/perumahan yang dibranding dengan ornament hasil daur ulang. Selayaknya taman pada umumnya taman recyle juga berisi bunga dan tanaman sejenis.

Kedua, Ecoliteracy, yaitu khusus yang menangani hal hal yang berkaitan dengan peningkatan wawasan warga masyarakat. Kategori ini mencakup segala bentuk pendidikan sadar bagi masyarakat, mulai dari kampanye ke sekolah sekolah,pendidikan di arena publik, pendirian Green School hingga penyelenggaraan Rumah Baca di tingkat terkecil seperti lingkup keluarga.

Yang ketiga, Ecopreneurship. Seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat terkait nilai sampah, Kampoeng Recycle mengupayakan terjadi berbagai aktifitas ekonomi yang berorientasi pada kelestarian lingkungan. Tercakup di dalamnya antara lain adalah Bank Sampah. Keberadaan Bank Sampah adalah menu prioritas dalam Kampoeng Recycle. Bentuk pengelolaan sampah paling dasar adalah mengkonversinya menjadi uang.

Mira Christina Effyanti, Ketua Bank Sampah Sahabat Ibu menyambut baik keterlibatan 10 Desa yang terlibat untuk mengadopsi model pengelolaan sampah seperti yang dilakukan di Kampoeng Recycle Jember. Menurutnya, saat ini tantangan yang paling mendasar adalah membongkar miskonsepsi tentang penanganan sampah di desa. Pasalnya, mayoritas warga berfikir bahwa sampah itu hanya urusan Pasukan Kuning saja.

“Menumbuhkan kesadaran sejak dini dalam mengelola sampah adalah hal paling penting. Karena perilaku manusia bisa berubah jika wawasannya bertambah. Lewat 3 pilar Kampoeng Recycle kami melibatkan sektor pemerintah, sekolah, pesantren, LSM, lembaga pemberdayaan desa, rumah baca serta komunitas kreatif agar bisa mendukung Bank Sampah Terintegrasi ini” ungkap perempuan yang akrab dipanggil Mira.

Inisiasi yang dilakukan 10 Desa ini diawali dengan kegiatan Sosialisasi dan Focus Discussion Group (FGD) pada tanggal 14 – 15 Agustus 2019. Melalui kegiatan ini, masing-masing desa diajak untuk memetakan potensi lokal yang ada sebagai Support System termasuk merancang Road Map selama 5 Tahun kedepan.

Fasilitator dalam kegiatan FGD ini melibatkan pembicara dari Rumah Literasi Indonesia, PT. Pandu Sata, Kampoeng Recycle dan Bank Sampah Sahabat Ibu. Dan Peserta masing-masing desa sebanyak 10 orang dari berbagai elemen.

Baidowi, peserta FGD yang juga menjadi salah satu pegurus Bank Sampah di Desa Wonosuko mengapresiasi kegiatan yang bisa mewadahi warga desa agar lebih memahami lebih jauh tentang konsep pengelolaan sampah di lingkungan sekitar. Ia merasa, kerja kolaborasi menjadi kunci penting untuk memastikan lingkungan bersih dan sehat, tidak hanya fisik tetapi juga berkaitan dengan mental.

“Adanya rumah baca sebagai salah satu konten dari Kampoeng Recycle menjadi solusi terbaik agar masyarakat punya kesempatan belajar secara berkesinambungan. Sebab, di rumah baca, saya melihat semua orang bisa terlibat untuk menciptakan ekosistem belajar yang positif” ungkap Baidowi.

 

 

#

Comments are closed