Tak usah banyak mengeluh, teruslah berbuat baik dilingkungan anda, teruslah membangun mimpi anak-anak di rumah baca/taman baca anda. Terima kasih sudah mengambil peran yang seharusnya dikerjakan negara: mencerdaskan kehidupan bangsa. (Anies Baswedan, Agustus 2015, OTBA Jakarta)
_________________________
Saya pernah menulis “mungkin tuhan telah mengutuk kaum muda untuk selalu merasa galau atau gelisah”.

 

 

Galau=kaum muda.

Galau akan jati diri, galau akan masa depan, galau akan pendidikan, galau akan pekerjaan, gelisah akan tanah air, gelisah tentang hidup.

Lima-enam tahun terakhir ini saya punya idola baru. Tokoh muda yang saya kagumi di negeri ini. Tokoh muda itu adalah Anies Baswedan. Awalnya, karena wajah beliau sering kali menghiasi televisi sebagai narasumber sebuah talk show atau acara-acara sejenisnya, entah kenapa saya ada “hati” dengan orang ini. Dan Entah kenapa, setiap kali mendengar beliau memberikan tanggapan, komentar, atau analisa tentang kebangsaan dan Indonesia selalu membangkitkan rasa nasionalisme saya. Maka beruntunglah saya, karena hidup dizaman saat ini, dimana pak Anies Baswedan menjadi salah satu tokoh muda yang menginspirasi.

Benar kata Hatta, “Mendidik rakyat, supaya timbul semangat. Itulah pekerjaan kita (pemimpin) yang utama.” (Bung Hatta, 1932)
Begitulah Anies Baswedan dimata saya. Ia pemimpin yang disebut Bung Hatta. Ia tak pernah sekalipun menghadirkan ruang-ruang pesimis dihati para anak muda yang ditemuinya, anak-anak muda yang jadi subjek dalam setiap surat yang ditulisnya. Sesulit apapun kondisi bangsanya, sekolaps apapun kondisi yang terjadi di negerinya, Anies tetap hadirkan optimisme.

Ada empat gebrakan gerakan muda yang berasal dari ide dan gagasannya, yang saya tahu. Indonesia mengajar, Kelas Inspirasi, Indonesia Menyala dan Gerakan Turun Tangan. Kesemua ide tersebut adalah angin segar bagi generasi muda Indonesia.
Saya yang dari desa kecil di kabupaten kecil yang tak ‘menyala’ kala itu, jatuh hati dengan semua ide dan gagasannya. Gerakan Indonesia Mengajar adalah favorit saya. Namun, saya tahu diri, saya tak mungkin terpilih menjadi penggerak atau pengajar muda di Gerakan Indonesia Mengajar, dengan keterbatasan skill dan pengetahuan saya tentang mengajar. Lalu, dari sanalah saya berpikir, kenapa saya harus pergi mengajar di pulau atau kampung lain jika didekat (sekeliling) saya ‘butuh’ kehadiran saya. Maka, menguatlah ide menginisiasi rumah baca di kampung 2011 akhir.

Tahun 2013 kembali ide cerdasnya muncul dan menyebar di seantero negeri: Gerakan Turun Tangan. Gerakan mengajak anak muda untuk mempersiapkan masa depan republik dan ambil peran diberbagai lini bersama-sama melunasi janji kemerdekaan: mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui ajakan inilah yang akhirnya saya memberanikan diri mendaftar sebagai relawan.
Relawan Turun Tangan.
Relawan Turun Tangan Banyuwangi.

Entah energi dari mana saya begitu ‘berani’ mengambil keputusan untuk memulai gerakan turun tangan di Banyuwangi. Gerakan yang belum begitu banyak orang tahu, apalagi kabupaten sekelas Banyuwangi yang anak mudanya (masyarakatnya) masih anti soal politik bersih ala anies baswedan. Apalagi soal ide dan gagasannya. Gerakan ini, saya yang mulai dengan mencari para relawan yang tersebar di Banyuwangi dengan media social: facebook.

Iya, facebook.

Kalau ingat ini, saya tertawa.

Geli melihat tingkah saya sendiri.

Mimpi.

Iya, mimpi!

Bisa mengumpulkan anak-anak muda Banyuwangi untuk bergerak bersama.

Entah, energi apa yang sedang memeluk saya, yang begitu ‘menggila’ mencari orang-orang yang sudah mendaftar menjadi relawan turun tangan untuk bertemu di dunia nyata. Lalu bergerak bersama. Dari 50 relawan Banyuwangi yang terdaftar di website turuntangan.org, saya bertemu 5 orang anak muda Banyuwangi (pada akhirnya;-); di sebuah kecamatan yang belum pernah saya datangi sebelumnya.

Turun tangan adalah gerakan muda terbesar pertama yang menggunakan media social sebagai media kampanye ide/gagasan ke-Indonesian dan politik bersih dimulai, digulirkan dan disebarkan luaskan. Dan saya adalah bagian kecil dari ribuan anak-anak muda kala itu yang terhujani milyaran energi positif tentang Indonesia dari diksi-diksi buah pikirannya.

Selama kurang lebih satu tahun berproses di turun tangan, mengikuti perkembangan gerakan melalui social media twitter, saya belajar. Saya belajar tentang bagaimana optimis, bagaimana merawat harapan, bagaimana mencintai Indonesia tanpa syarat, belajar bagaimana menjadi manusia dengan integritasnya. Saya belajar darinya, pada mentor imajiner saya: anies baswedan.
Saya masih ingat pesan beliau saat beliau ‘kalah’ dalam konfensi presiden yang digelar partai demokrat. “Perjalanan ke depan masih panjang. Turun tangan bukan persoalan satu dua orang dalam sebuah even-even politik. Semangat turun tangan adalah semangat melihat masalah dan terlibat. Ambil kepemilikan atas masalah. Perjalanan kedepan masih panjang. Selama bangsa ini masih ada, maka semangat untuk turun tangan akan selalu hidup.”

INILAH.

Dengan semangat inilah, saya berpikir keras, bagaimana agar semangat mengambil peran di Banyuwangi terus hidup. Dari sinilah, ide peduli kampanye literasi muncul. Mengajak anak-anak muda peduli pendidikan. Selejit kemudian Rumah Literasi Banyuwangi lahir.

Iya.
RLB hadir menyapa kalian.
RLB menyapa sekolah.
RLB menyapa anak-anak desa.

Seperti turun tangan, RLB lahir dan terus bergerak karena keringat orang-orang yang tulus. Keringat orang-orang yang bekerja sepenuh hati. Semoga RLB terus hadir dengan memberikan warisan bahwa hidup adalah makna.

Ide dan gagasan kerelawanan gerakan turun tangan mas anies, saya tiru!

Jujur, saya menirunya.

Saya belajar “mengimitasi” intergritas mas Anies Baswedan, untuk gerakan di Rumah Literasi Banyuwangi.

Saya bersyukur, menjadi bagian dari sejarah munculnya pembuktian masih banyak anak-anak muda yang peduli.

Selamat mas anies!
Selamat telah memenangkan hati kami,
Hati anak-anak muda Indonesia.
😉

___________________________________________

NURUL HIKMAH

Co founder Rumah literasi banyuwangi, Pengelola Rumah Baca sahabat kecil ketapang, pengajar di PAUD sahabat Kecil, dan relawan rumah literasi indonesia

#

Comments are closed