Upaya membuka akses bidang ketenagakerjaan dan pemberdayaan bagi kelompok disabilitas terus digenjot Kabupaten Banyuwangi. Melalui dukungan USAID Mitra Kunci, berbagai elemen baik dari pemerintah, lembaga khusus dan pelatihan, sektor swasta, perbankan serta organisasi peduli disabilitas menginisiasi Forum Peduli Disabilitas (FPD).

Sebelumnya selama 1 bulan, USAID Mitra Kunci melakukan Kaji Cepat di bulan Februari 2021 untuk melihat berbagai peluang dan tantangan bagi kaum disabilitas untuk bisa mengakses perkejaan di perusahaan hingga upaya untuk mengakses permodalan bagi mereka yang ingin bergelut di bidang wirausaha.

Yofianus T. Sakera, selaku Provincial Project Coordinator mengapresiasi langkah pemerintah yang memiliki komitmen dalam membuka peluang kerja dan usaha bagi kelompok disabilitas. Yang dibuktikan dengan adanya regulasi turunan dari UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi No. 6 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Salah satu hal yang diatur dalam Perda tersebut adalah ketentuan alokasi karyawan penyandang disabilitas pada instansi pemerintahan di Banyuwangi sebesar 2%.

“Dengan membangun sinergitas, tak hanya lowongan pekerjaan, kaum disabilitas bisa mengakses lebih banyak informasi dan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar bisa memiliki sumber penghidupan baru lewat berwirausaha”, ungkap Yofi saat memfasilitasi pembentukan FPD di Hotel Aston Banyuwangi.

Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) Banyuwangi juga bisa menjadi support system project penyelenggara pelatihan kerja inklusif di Jawa Timur. Meskipun tantangan yang saat ini BLK hadapi adalah belum adanya pendamping bagi kelompok difabel agar dalam proses pelatihan tidak mengalami kendala saat berinteraksi. Satu contoh, BLK Banyuwangi belum menyediakan juru bahasa isyarat sehingga hal ini dapat menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas rungu/Tuli.

Nooh Umar, selaku Ketua Forum Peduli Disabilitas (FPD) Banyuwangi menyambut baik program ini, pasalnya Banyuwangi juga perlu lebih serius untuk bisa mengelola data kelompok disabilitas yang tersebar di 25 Kecamatan melalui database. Sebab, masih banyak yang belum bisa mengakses informasi terkait peluang bekerja di perusahaan teramasuk bagi mereka yang ingin membangun usaha mandiri.

“Kami melihat beberapa perusahaan berkomitmen untuk mau menerima teman-teman difabel, hanya saja mereka belum memahami bagaimana mekanisme untuk bisa merekrutnya serta keterampilan yang saat ini dimiliki oleh teman-teman difabel.”, ungkap Umar yang juga menjadi Sekretaris PPDI Banyuwangi.

Dalam kegiatan Workshop sekaligus pembentukan Forum Peduli Disabilitas, Terdapat sejumlah instansi pemerintah, lembaga jasa keuangan, dan perusahaan yang memiliki program pinjaman atau pendanaan modal usaha untuk penyandang disabilitas, yaitu: BAZNAS, Yayasan Nurul Hayat, Bank Jatim, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

Jumlah pinjaman yang diberikan oleh setiap bank bervariasi. BRI memberikan pinjaman Rp5 – Rp10 juta, BNI memberikan pinjaman mikro maksimal Rp50 juta dan pinjaman super mikro maksimal Rp10 juta, dan Bank Jatim menyediakan pinjaman Rp 5 – 500 juta.

Pada dasarnya persyaratan pokok administratif untuk mendapatkan pinjaman dari bank adalah adanya usaha yang aktif (selama tiga atau enam bulan) dan ada fotokopi KTP. Namun demikian, masing-masing bank memiliki syarat tambahan yang berbeda.

Untuk memastikan keberlanjutan program, USAID Mitra Kunci telah menempatkan 1 orang Distric Focal Point (DFP) Banyuwangi yang nanti akan menjadi fasilitator di Tingkat Kabupaten dan bekerja dengan stkae holder dalam membangun akses ketenagakerjaan dan kewirausahaan yang inklusif.

#

Comments are closed