Menjelang liburan panjang lebaran Komunitas Guru Belajar Banyuwangi mengadakan Mudik. Tentu ini bukan mudik sebagaimana tradisi pulang kampung di bulan Ramadan, tapi Mudik disini adalah kepanjangan dari Temu Pendidik. Sebuah kegiatan yang mewadahi para pendidik dari beragam latar belakang untuk berbagi dan berdiskusi tentang “Good Practice” terkait pengajaran dan pendidikan yang diinisiasi oleh Kampus Guru Cikal.

Mudik ke-6 kali ini kerja kolaborasi antara KGB Banyuwangi dengan beberapa komunitas pegiat literasi seperti Rumah Literasi Indoneisa, Rumah Baca Gubug Laksmi, Rumah Baca Antogan dan Komunitas peduli pendidikan.

Bertempat di Rumah Baca Antogan, para pendidik yang hadir diajak berdiskusi terkait pendidikan inklusi. Ada 2 narasumber yang berkenan berbagi pengalaman Pratik baiknya di lapangan. Yang pertama, Tunguul Harwanto, selaku Co-Founder Rumah Literasi Indonesia membawakan materi tentang “Belajar Pendidikan Inklusif Dari Rumah Baca”.

Dalam materinya Ia menjelaskan tentang bagaimana Rumah Baca mampu menjadi tempat belajar dan bermain bagi semua anak tanpa harus melihat latar belakang suku, agama, ras dan golongan. Termasuk bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus saat berinteraksi dengan lingkungannya.

“Sejak 3 tahun kami berusaha mengkampanyekan gerakan literasi di masyarakat melalui rumah baca. Kenapa rumah baca? Salah satu alasan yang paling mendasar, kami ingin mengembalikan fungsi rumah sebagai tempat pendidikan yang paling utama. Jika setiap orang tua sadar akan pentingnya peran pengasuhan, maka sudah seharusnya kita wajib menyiapkan ruang belajar yang baik, siapapun anak yang berada disekitarnya, baik anak yang terlahir secara biologis maupun anak secara idiologis”, jelas Tunggul, yang juga sebagai penggerak di KGB Banyuwangi.

 

Selain itu, puluhan rumah baca yang dikelola barengan oleh para relawan membuka ruang bagi siapapun yang mau terlibat dalam proses belajar. Tak jarang, mereka yang berangkat dari beragam profesi datang untuk berbagi. Contohnya Petani, Dokter, Bidan, Dosen, Pengusaha, Penulis, Traveler, Seniman, Sutradara, Sineas dan lain sebagainya. Mereka hadir untuk berbagi pengalamannya kepada anak-anak di rumah baca.

Tunggul juga menjelaskan bahwa saat ini ada salah satu sekolah piloting (percontohan) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) yang berkolaborasi dengan Rumah Baca Gubug Laksmi untuk memfasilitasi anak-anak di sekitar lingkungan rumah baca termasuk bagi mereka yang berkebutuhan khsusus. Setiap minggunya anak-anak yang berkebutuhan khusus belajar bareng dengan mereka yang tidak dengan kebutuhan khusus di Rumah Baca GUbug Laksmi. Lokasinya tak jauh dari sekolah SLB, karena berada di belakang sekolah dan berbaur dengan masyarakat sekitar.

Di sesi selanjutnya, Ayu Laksmi yang diundang sebagai narasumber mengajak semua peserta yang hadir di acara Mudik untuk praktik berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Diawali dari sejarah bagaimana pendidikan inklusif itu mulai masuk di Indonesia hingga ada beberapa model bahasa isyarat di digunakan berbagai negara di dunia.

Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika Serikat dan Inggris meskipun memiliki bahasa tertulis yang sama, mereka memiliki bahasa isyarat yang sama sekali berbeda (American Sign Language dan British Sign Language).

Di Indonesia terdapat dua bahasa isyarat yang digunakan, yakni Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) yang diciptakan oleh Alm. Anton WIdyatmoko seorang mantan kepala sekolah SLB/B (sekolah luar biasa khusus penyandang tuna rungu) di Jakarta. Yang kedua Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) yang pengembangannya didukung oleh salah satu lembaga donatur dari Jepang yang melibatkan Chinese University of Hong Kong dan Universitas Indonesia.

Selepas memaparkan materi, Ayu Laksmi mengajak semua peserta Mudik untuk praktik memperkenalkan diri menggunakan bahasa isyarat. Keseruan semakin terasa saat satu per satu peserta mencoba menghafal abjad yang sudah diajarkan melalui media visual. Meskipun belum semua peserta hafal abjad yang paling dasar, namun mereka tetap semangat untuk memperkenalkan diri bergantian menggankana bahasa isyarat.

Selain menjelaskan huruf abjad, Ayu Laksmi juga mengajarkan isyarat angka, kata ganti orang dan perasaan. Terutama kata yang sering digunakan saat berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khsuus (tunarungu). Di sesi penutupnya, Ayu Lakmsi menekankan bahwa pada akhirnya pendidikan inklusif ini bertujuan untuk membantu anak-anak agar bisa mandiri saat mereka menghadapi kenyataan hari ini dan mempu mempersiapkan masa depannya.

Malalui kegiatan Mudik ini, para pendidik merasa senang dan terbantu untuk terus mengembangkan kempuan guru/pegiat pendidikan sehingga bisa menjadi bekal belajar di ruang-ruang kelas maupun di lingkungan sekitar. Terlebih, tema yang menjadi bahan diskusi bisa sangat beragam, karena masing-masing peserta yang hadir bisa bergantian untuk menjadi narasumber.

#

Comments are closed