“Kamu tak perlu takut akan zaman yang selalu berubah, yang harus kamu takuti adalah ketika dirimu sendiri yang tetap pada posisinya, tak bergeming”
-Bolang-

Mereka bilang zamannya sudah berubah. Banyak yang telah berubah dan bahkan tak sedikit dari mereka yang “dirubah” oleh tuntutan zaman. Entahlah, mungkin ada banyak diluar sana yang tak mampu diterka oleh anak desa seperti kami. Kehidupan kami di desa bahkan sama seperti dulu ketika masa menggemaskan itu. Eh, ada sih perubahan-perubahan yang signifikan macam kebiasaan kami yang bergeser dan digeser.
Dulu sore hari kami riuh dengan suara percikan air, dentuman suara meriam bambu, dan kelakar teman-teman, alami tanpa berpura-pura dan pamrih. Sekarang? Bergeser. Kami dilarang oleh orangtua kami untuk mandi di sungai. Alasannya cukup akademis. Mereka, orangtua, bilang bahwa sungai tak baik untuk kulit anak-anak seusia sekolah dasar. Kuman, penyakit kulit, diare, dan alasan terkaman binatang buas tak jarang menyelingi cuitan emak-emak yang sedang mengadili anaknya karena ketahuan mandi di sungai. Mak, kami faham sekarang, kenapa sungai begitu menakutkan dimata kalian para orang dewasa. Kami tau, sampah yang setiap harinya menggunung di sepanjang bahu sungai menjadi alasannya. Deterjen emak juga mencemari sungai kami hingga tangkapan ikan kami berkurang. Ikan saja bisa mati apalagi anakmu, mak? Belakangan juga kami faham jika dulu era kakak kami, emak tak khawatir ketika anaknya main disungai, emak kan rajin mendoakan keselamatan anaknya dan memang dulu emak juga mengajari kakak mandiri dalam segala hal. Sekarang beda, mak. Emak lebih sibuk bersosial media dan pantengin gosip murahan para artis settingan. Emak juga berubah tampaknya, emak tak seperti dulu. Giliran ke kami, emak sangat memanjakan. Anaknya kotor takut, anaknya main jauh takut. Ah sudahlah mak, aku pengen kayak kakak dulu. Aku g pengen dimanja, g suka dimanja. Nanananananana
Mak, tapi ada yang kami suka dari perubahan emak 1.0 sampai emak 4.0 sekarang. Emak boleh saja melarang kami kotor, melarang kami jauh, melarang kami main disungai, makasih. Emak suka kan kalau kami hanya duduk dirumah dan sibuk dengan gadget kami? Iya kan? Emak bahkan sediakan wifi, tidak hanya emak, pihak desa pun tak mau kalah. Demi kepentingan umum katanya. Mak, dikau berubah. Tak takutkah emak dengan perubahan itu? Tak takutkah emak kalau nanti anakmu ini benar bajunya tak kotor, benar tak main jauh-jauh, dan benar tak diterkam binatang. Tapi, tahukah mak? Teknologi itu menerkap anakmu lamat-lamat. Pelan tapi pasti. Sisi sosial anakmu hilang. Dia lebih peduli dengan level game dari pada sisi kemanusiaannya yang tergerus. Emak yang memulai semuanya. Mak, jangan menyuruhku beli terasi atau beli apapun yang remeh-temeh. Anakmu malu. Sinetron di TV bahkan tak mengajari anakmu seperti itu. Mereka mengajari kami untuk tampil modis, berlagak bak bintang, dan satu lagi yang paling booming adalah mengajari kami mengenal cinta lebih cepat.
Mak, kembalilah seperti dulu. Emak yang bangga ketika anaknya berhasil berbuat sesuatu untuk orang lain daripada sekedar ranking. Mak, anakmu kangen masa-masa bersama yang penuh gurau dan tentu wejangan yang menjadi rem kami. Katanya kau madrasah pertama kami. Bukankah bapak telah memilih emak dan mempercayakan tugas mulia untuk membimbing kami? Mak, jangan berubah sendiri, ajak emak-emak yang lain juga untuk kembali kejalannya. Buat kami tak malu untuk mengaji dan mendengarkan ustad kami menyampaikan pesan Nabi. Mak, bukankah kau berjanji kala itu untuk terus mencintai kami? Maka Cintai kami sesuai porsinya, karena emak tahukan kalau Tuhan tak suka sesuatu yang berlebihan.
Mak, aku lupa. Sampaikan juga kepada bapak yang sibuk mencari nafkah sampai tak kenal perkembangan buah hatinya. Apakah pemimpin memang diciptakan untuk mengatur segala sesuatu dari kejauhan? Tidak mungkinkah untuk turun kelapangan? Pokoknya emak dan bapak harus duduk bersama membahas hal ini. Bapak juga harus tau jika uangnya saja tak cukup merubah anaknya ini menjadi manusia yang benar-benar manusia. Rubahlah sibuk gadget kami menjadi sibuk membaca. Rubahlah sikap individual kami menjadi manusia sosial yang peka. Mak dan Bapak, tugas merubah itu memang tertuju padamu selain pada guru-guruku. Namun, perubahan itu akan segera terwujud ketika kami sendiri secara sadar harus berubah. Berubah dengan sadar kalau tak baik terlalu ikut-ikutan teman. Tak baik kalau hanya sekedar mengejar popularitas jagad maya yang mayanya absolut dan mutlak.

#

Comments are closed