Inpirasi Sekolah Literasi (ISL) adalah sebuah program rutin setiap tahun dari Rumah Literasi Banyuwangi untuk mewadahi profesional dari berbagai bidang keilmuan untuk ikut serta berkontribusi pada misi perbaikan pendidikan di Banyuwangi. Melalui program ini, para profesional akan menjadi relawan untuk mengabdi selama 1 hari dan mengajar di Sekolah Dasar yang sudah ditunjuk oleh Rumah Literasi Banyuwangi melalui survey lapangan.
Saat ini ISL sudah memasuki jilid 4. Berlangsung sejak tahun 2014, ISL menjadi sebuah program kerja barengan di Rumah Literasi Banyuwangi yang mampu menggerakkan para professional muda untuk menjadi relawan. Ada beberapa jenis relawan yang di rekrut untuk event ini, yaitu Relawan Inspirator yang tugasnya mengajar di kelas dan berbagi pengalaman tentang profesinya, Relawan Fotografer yang bertugas mengabadikan setiap moment melalui jepretan kamera, Relawan Videografer yang memiliki peran membuat dokumentasi berupa video singkat dan Relawan Fasilitator yang menyiapkan kelancaran program sejak awal hingga merencanakan kunjungan berikutnya ke sekolah yang telah didatangi.

Kali ini ada yang berbeda, ISL Jilid 4 mendatangi salah satu sekolah di Desa Sarongan yang jaraknya sekitar 70 km dari basecamp Yayasan Rumah Literasi Indonesia dan menempuh waktu perjalanan kurang lebih selama 3 jam. Sehingga relawan perlu menginap selama 3 hari di lokasi yang juga taka da akses signal telephone seluler tersebut. Sebanyak 35 relawan yang lolos seleksi dari 50 peserta yang mendaftar. Ada 6 Relawan Inspirator yang terpilih untuk menjadi pengajar dengan latar belakang profesi sebagai seniman, sutradara, tenaga kesehatan, penulis, pendongeng dan penyiar.
Surya Marta yang akrab dipanggil Kak John Tata, selaku motor penggerak Rumah Literasi Banyuwangi menjelaskan bahwa program rutin ini merupakan kerja gotong-royong yang mampu menumbuhkan semangat kerelawanan. Mereka rela cuti bekerja beberapa hari dan iuran materi untuk kelancaran kegiatan.
‘’Donasi kehadiran nilainya tak tergantikan oleh apapun. Relawan datang ke lokasi ini juga penuh perjuangan karena perjalanan ke lokasi melalui jalan yang tak mulus serta tidak ada akses signal telephone seluler. Jadi selama beberapa hari disana, relawan tak bisa menguhubungi siapapun. Saya percaya langkah kecil ini akan memberikan kesan bermakna tak hanya bagi anak-anak di sekolah tapi juga bagi para relawan.’’, ungkap Kak John Tata yang juga sebagai Owner Bunglon Sablon.
