Belajar tidak harus di dalam sekolah atau kampus saja, banyak hal bisa kita pelajari dari lingkungan sekitar. Alam dan masyarakat sekitar adalah laboratorium terbesar yang bisa menjadi sumber ilmu. Seperti konsep belajar di basecamp Rumah Literasi Indonesia sering kali menggunakan metode ‘’Outdoor Learning’’ dimana metode ini merupakan salah satu jalan bagaimana peserta didik bisa meningkatkan kapasitasnya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Jember, selama 2 hari datang ke Banyuwangi untuk belajar sambil berwisata. Program “Wisata Literasi” yang digagas oleh relawan RLI sejak tahun 2017 ini mencuri perhatian beberapa sekolah dan kampus untuk datang dan belajar berbagai hal. Mulai dari sejarah, budaya, seni dan hobi yang dikemas dengan konsep berwisata.
Ada serangkaian kegiatan dan topik diskusi yang menarik saat mahasiswa Unej “ngecamp” di basecamp RLI, mulai dari isu kesehatan, pendidikan, ekonomi serta seni dan budaya. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan mendapatkan tantangan untuk membuat catatan perjalanan yang nantinya akan diungah di website serta didiskusikan bersama teman-teman mahasiswa dari kelompok lainnya.
Kak Maliki selaku kordinator dari kegiatan “Wisata Literasi” menjelaskan bahwa kegiatan ini bisa terselenggara berkat kerjasama berbagai pihak, salah satunya pemerintah di tingkat kecamatan dan desa. Juga dukungan dari beberapa komunitas yang selama ini aktif berpartisipasi membangun desa.
“Wisata tak hanya urusan melihat keindahan alam saja, tapi yang lebih penting bagaimana mereka yang datang ke Banyuwangi mendapatkan pelajaran yang bermakna di setiap perjalanan. Ide wisata literasi ini muncul dari keprihatinan banyak relawan pegiat literasi karena sering melihat tontonan yang tak bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat yang datang untuk berwisata”, ungkap Maliki, relawan yang akrab juga mengelola rumah baca di desanya.
Selama 2 hari, mahasiswa bisa belajar dari banyak sumber. Berkesempatan pada saat itu, RLI juga kedatangan tamu istimewa dari KPA Nasional, Mohamad Yusuf. Beliau selaku Koordinator Program Pencegahan HIV dan AIDS di Wilayah Pelabuhan. Mahasiswa belajar dan berdiskusi terkait isu kesehatan dengan tema “Penangulangan HIV dan AIDS berbasis komjunitas” .
Saat berdiskusi, Mas Yusuf menjelaskan saat ini perkembangan iptek yang begitu cepat pada kelompok generasi milenial bisa berdampak negatif untuk perkembangan fisk dan psikis. Termasuk masih banyak remaja yang belum memahami hak-hak reproduksi, apalagi yang berkaitan dengan stigma dan diskriminasi.
“Upaya pencegahan harus lebih di optimalkan dari pada pengobatan, pintu masuknya melalui pendidikan. Dan peran komunitas menjadi sangat penting untuk membantu akses informasi dan layanan kepada masyarakat luas”, ungkap Mas Yusuf yang doyan minum kopi dan kucur asli Banyuwangi.
Tak hanya dari KPA Nasional, berkesempatan juga mampir salah satu pengelola Mojok.co, yang dipanggil akrab Mbak Prima. Beliau adalah editor di portal opini dan berita Mojok.co yang bergabung sejak tahun 2016. Dalam materinya, Mbak Prima mengajak berskusi terkait dengan pera media dan pengaruhnya terhadap perubahan sosial.
Sebelumnya mahasiswa juga berkesempatan hadir ke Kecamatan Singojuruh untuk beljaar tentang ”E-Commerce”, UMKM yang digagas oleh kelompok anak muda dari beberapa desa di Kecamatan Singojuruh. Mereka membuat sebuah produk aplikasi yang berfungsi sebagai pasar online untuk memasarkan hasil bumi dari berbagai desa serta bebagai jenis usaha kuliner yang bisa di pesan online dan diantar langsung ke alamat konsumen.
Selain di Kecamatan, Desa Ketapang juga diincar oleh mahasiswa karena ingin belajar banyak tentang ‘’Desa Literasi’’. Desa yang pertama kali menginisiasi gerakan literasi di Banyuwangi. Mahasiswa bertemu dan disambut langsung oleh Bapak Kepala Desa Ketapang, beliau menjelaskan dengan antusias bagaimana geliat literasi di Desa Ketapang berkat kerjasama masyarakat, komunitas dan perangkat desa dalam upaya pembangunan yang berfokus pada manusianya.
Kak Dimas, staf desa bagian IT yang juga jago utak-atik urusan internet menjelaskan tentang layanan public sangat terbantu jika perangkat desa dan masyarakat mampu menguasai IPTEK dengan baik. karena saat ini banyak sekali layanan yang bisa diurus melalui online. Sehingga masyarakat tak harus mondar-mandir datang ke desa.
‘’Desa Literasi memiliki korelasi yang baik terhadap layanan pub lik yang ada, termasuk sinergis dengan program pemerintah yaitu ‘’Smart Kampung’’, selam ini indicator Smart Kampung masih di dominasi oleh pembangunan fisik, itu sebabnya kenapa Desa Literasi menjadi hal yang mutalk harus menjadi perhatian Desa Ketapang agar kelak Desa ini semakin maju dan bisa bersaing secara global’’, ungkap Kak Dimas, staf desa yang juga aktif jadi relawan RLI.
Mahasiswa juga diajak untuk berkunjung di beberapa pantai di Banyuwangi. Mereka bisa melihat langsung pantai yang menjadi tujuan wisata di dekat pusat Kota Banyuwangi. Dalam perjalanan, ada literasi tentang sejarah yang disampaikan oleh relawan pendamping dari RLI, sehingga perjalanan semakin seru dan menarik saat dikemas menggunakan metode fun gemas.
Malamnya mahasiswa disuguhkan kegiatan ‘’Panggung Literasi’’ yang disiapkan oleh relawan. Ada berbagai pertunjukan , mulai dari bernyanyi, pantomim, puisi dan musikalisasi. Mahasiswa juga diminta secara spontan untuk menjadi pastisipan dalam acara tersebut.
Comments are closed