Tiba – tiba foto yang terpampang di warung kopi mbok supini membuat gempar. Foto orang berkacamata hitam, berukuran 1 m x 2 m, bertuliskan “Marisa Untuk Rakyat Kalang Kabut” .
“Siapa ini? Kok tidak pernah kenal?” Tanya Adroi sambil melototin foto.
“Itu kan Marisa, Artis Desa sebelah.” Jawab Sujai sok tahu.
karena penasaran, Adroi buru buru ke Kantor desa Kalang Kabut untuk lapor ke pak Suhil, Kepala desa Kalang Kabut.
“Pak Kaades, Pak Kades….Ada…..” kata Adroi dengan tergesa gesa.
“Kamu lagi, kamu lagi, sudah saya bilang selesaikan nanti, saya ini lagi pusing ada teman saya sesama kepala desa di tangkap Oo Te Te” Potong Kades.
“Apa Pak? Ote ote? Kok nangkap? Kan seharusnya Ote otenya di lahap?”
“OTT Adroi, aduh kamu ini tambah bikin pusing”
“Tapi ini penting Pak, untuk pencalonan pak Suhil sebagai kepala desa kalang kabut berikutnya?”
“heh? apa itu?”
“Marisa!”
Adroi adalah tim sukses pak kades suhil, yang selama ini menjalankan proyek yang ada di kantor desa. Sebagai balas jasa atas pemenangan Pak Suhil. Sementara tak jauh dari kantor desa, di warung bu supini ada heboh orang sebar sebar uang kertas ribuan dan recehan.
“nyoooh,…. butuhmu piroo? nyoooh…. gawe mangan, nyoooh, emploken” Tetap dengan gayanya yang khas berkacamata hitam, menor pipinya seperti jualan obat di pasar kalang kabut, Marisa berorasi dengan menggunakan TOA. Kegaduhan ini terdengar sampai Ke kantor desa, sebagai kepala desa yang bertanggung jawab. Bergegas ke Warung mbok Supini dengan Adroi.
“Ada apa ini, ada apa ini?”
Sambil melototin foto, dengan orang yang berorasi dan kebetulan berpakaiannya sama antara orang dan foto.
“Kamu Marisa ya?” tanya Adroi penasaran
“Itu lo pak Marisa seperti yang saya ceritakan”
” oalaah, itu markonah, baru pulang dari hongkong Langsung ganti nama tenar jadi marisa, pergi ke hongkong karena kalah dari pencalonan kepala desa tahun lalu, dan sssssttt jangan bilang bilang ibu, dia itu dulu pernah suka saya.” Jelas Pak Kades.
“oalah, ini anaknya bik sis tetangganya rehana itu ya pak? Habis pakai kaca mata hitam, dandan mewah, saya pangling”
“Betul”
“bu ibu, pak bapak, bapak kepala desa sudah datang, bagaimana selama satu periode ini apakah banyak perubahan dengan desa ini?” Pekik Bu Marisa alias markonah.
Semua hadirin yang ada sepakat menjawab. “Tidak”
“Coba pilih aku dulu….” Sambil sebar sebar uang koin dan kertas ribuan.
“Ayo turun dulu markonah, turun! Kita bicarakan baik baik. Gak enak sama warga” Rayuan kades ini adalah salah satu keahlian yang dimiliki sehingga tak hanya markonah, warga desa pun kepincut dengan rayuan rayuan pak Suhil yang akhirnya mereka memutuskan memilih bapak Suhil sebagai Kepala Desa Kalang Kabut.
Sambil menggenggam tangan markonah, kades bicara dengan lembut merayu supaya tak usah lagi buat kegaduhan seperti ini. Beberapa menit kemudian Markonah menangis.
“Sakit pak..” Sambil menyeka matanya.
“ooh terlalu keras ya mengenggamnya.”
Seisi warung tertawa.
Tiba tiba dari kejauhan ada seorang berjalan dengan khasnya memakai belangkon. Orang agak sakti tapi kritis ini menyapa semua yang ada di warung.
” Assalamualaikum,…” Sapa Ki Sableng Dewantara.
“Waalaikumsalam Ki, darimana saja ini? Kok baru muncul? ini ada ramai ramai kok baru datang” Jawab Kades.
” Tanpa datang saat peristiwa saya sudah tau, masalah kalang kabut ya gitu gitu aja, kepala desanya ya gitu gitu aja programnya, ini masalah kampanye dini bu markonah, tho?” . Dengan santainya sambil memakan singkong rebus yang ada dimeja.
” Sudahlah Pak Kades, Sampean sama bu Markonah sama saja. Bedanya Bu markonah tak punya panggung kekuasaan seperti samean. Jangan salahkan bu markonah sudah bener belum membentuk forum rembug warga? Belum tho?”
“Hak Bu markonah untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa meskipun pemilihan masih lama, tiga tahun lagi. Bu markonah melakukan demikian berarti merupakan bentuk protes bahwa ada yang salah dalam berdesa oleh samean pak suhil.”
” Sudah, Sekarang semuanya ikut saya.”
Akhirnya Kepala desa, Bu markonah, Adroi, Warga mengikuti Ki Sableng. Mereka berjalan agak jauh, melewati sungai, sawah yang membentang, hingga berhenti di rumah warga yang ambruk. dan disitu ada seorang kakek yang kesulitan membetulkan kursi satu satunya yang nyaris selamat. Rumah kakek rusak itu akibat terjangan angin puting beliung.
” Lihat para warga, pak kades bu markonah, jangan hanya rebutan kursi saja, tolong dibantu warga ini untuk membenarkan kursi dan rumahnya. Ayo semua bahu membahu membenarkan rumah Kakek ini.”
Mereka bergotong royong, seharian untuk membantu kakek dalam membenarkan rumah yang sudah roboh itu. Banyak hal yang bisa kita lakukan, dan banyak yang memerlukan bantuan daripada hanya rebutan kekuasaan.
Comments are closed