Selain kaya akan potensi wisata, Kota Batu juga memiliki sumber daya manusia yang mempu mengelola masyarakatnya dengan baik. Pemerintah Kota Batu rupanya memiliki banyak terobosan dalam hal pemberdayaan desa. Sebanyak 19 Desa di Kota Batu mendapat predikat desa berkembang dan desa maju, yakni dengan rincian tujuh desa Berkembang dan 12 desa maju.

Memiliki target menjadi desa mandiri, tahun ini juga Pemkot Batu bersama LPKIPI (Lembaga Pelatihan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia) melalui project INOVASI akan menginisiasi Kota Batu menjadi Kota Literasi.

Abdul Rais, Kabid Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dinas Pendidikan Kota Batu menjelaskan bahwa Tahun 2018 akan memastikan Kota Batu menjadi Kota Literasi, sebab dari 19 desa yanga ada saat ini sudah ada sekitar 6 desa yang sudah memiliki perpustakaan dan dikelola dengan baik. Namun, tidak cukup sampai disitu, Ia menambahkan bahwa, kerja kolaborasi antara sekolah dan komunitas harus terus ditingkatkan agar masyarakat bisa turut mengambil peran dalam minigkatkan budaya literasi.

“Targetnya tahun ini kami harus mengahsilkan kebijakan yang mampu mendukung gerakan literasi baik di masyarakat, sekolah dan keluarga. Tentunya melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) kami akan lebih mudah melangkah untuk membuat rencana strategis dalam mengembangkan gerakan literasi bersama masyarakat”, tegas Abdul Rais, saat membuka FGD di Balai Kota Batu.

Kehadiran LPKIPI selaku lembaga mitra yang akan mendampingi Pemerintah Kota menginisiasi Kota Literasi tentu disambut sangat baik. Sebab di Jawa Timur tidak hanya batu saja yang mendapatkan project INOVASI ini. Ada Probolinggo, Blitar, Sumenep dan Sidoarjo juga ikut mengembangkan gerakan literasi di Jawa Timur.

Adri, Provincial Education Policy & Governance Specialist INOVASI JATIM, menegaskan bahwa Kota Batu dipilih menjadi mitra INOVASI karena pemerintah, instansi pendidikan dan masyarakat memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Memang selama ini gerakan literasi dikerjakan secara parsial oleh tiga elemen tersebut, sehingga butuh momentum untuk mensinergikan kembali praktik baik yang sudah dilakukan oleh semua sector.

“Melalui Perwali kita akan atur dengan detail semua aspek yang mendukung budaya literasi ini terus meningkat. Sebab, jika 3 elemen ini bersinergi dan bekerja secara kolegial maka masyarakat Kota Batu akan berpotensi menjadi masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera” ungkap Adri sebagai fasilitator kegiatan FGD di Balai Kota.

Untuk menambah khazanah ilmu dan isnpirasi dalam gerakan literasi, LPKIPI juga mengundang hadirkan 2 narasumber. Pertama, Gunawan selaku Konsultan Bidang Kebijakan dan Tata Kelola Pemerintah untuk program INOVASI. Dalam kesempatan ini Gunawan sebagai pendamping yang akan membatu mengawal konten yang ada di dalam Perwali. Produk kebijakan ini akan menjadi “guide line” bagi pemerintah, masyarakat dan sector swasta. Sebab, di Kota Batu ada banyak sekali perusahan yang bisa diajak untuk bersama-sama membangun Kota Literasi.

Narasumber yang kedua, Tunggul Harwanto, Founder Rumah Literasi Indonesia. Ia diundang hadirkan untuk memberikan materi tentang Desa Literasi. Pengalaman menginisiasi Desa Literasi di Desa Ketapang, Kabupaten Banyuwangi ini dilirik oleh Pemerintah Kota lewat LPKIPI, sehingga Tunggul hadir untuk berbagi pengalaman dan langkah strategis tentang semangat gerakan dalam membangun Desa Literasi.

“Kota Batu sangat potensial menjadi Kota Literasi, sebab Pemerintah Kota sangat responsive untuk diajak berdiskusi mengembangkan kebijakan terkait literasi. Begitu juga antusias dari lembaga pendidikan dan masyarlat yang diundang dalam acara FGD ini telah memiliki banyak sekali Good Practice. Melalui perwali pemerintah desa tentu akan lebih termotivasi untuk mengembangkan Desa Literasi bersama masyarakatnya”, ungkap Tunggul saat mengawali diskusi.

Lebih lanjut dijelaskan, membangun infrastruktur Kota Batu memang harus dibarengi dengan sistem yang terintegrasi, serta yang tak kalah penting adalah keterlibatan komunitas. Hal ini akan mempermudah pencapaian program dan pengembangan budaya literasi. Termasuk menjadikan kearifan lokal yang ada sebagai sumber belajar.

 

 

#

Comments are closed