Tahun 2017 Dalam Catatan, Waktunya Naik Kelas

Jika mimpi adalah kunci untuk menaklukkan dunia, maka sosmed menjadi kunci dalam sebuah gerakan sosial di Era Millenials. Sejak RLB lahir, 2014, tak banyak infografis kece tentang literasi yang kami (relawan) buat. Keterbatasan skill design grafis yang dimiliki relawan generasi pertama, membuat sosmed RLB biasa saja. Namun kami sungguh-sungguh pada penyampaian misi dan fokus pada pilihan kata nya dan kekuatan aksinya yang setiap Minggu ada tanpa celah. Kami juga “bermain” lewat foto yang menarik dengan caption yang original, natural dan magis setiap kali mengupload kegiatan kampanye baca yang kami lakukan.

 

Susah juga cari orang yang punya passion design grafis dan mau bergerak di dunia kerelawanan.

 

Saya banyak belajar dalam perahu yang ditumpangi oleh para penumpang berbagai latar belakang ini. Berlayar sekaligus membuat perahunya. Adalah perjalanan meyakini sebuah keyakinan : Perahu Rumah Literasi Banyuwangi.

 

Kali ini saya mencoba untuk merekam ingatan saya di tahun 2017. Saat RLB jelang usia 3 tahun.

 

Awal 2016. Adalah tahun ke dua Rumah Literasi Banyuwangi berlayar meneguhkan keyakinan yang diyakini. Bergerak di dunia kerelawanan tak luput juga membuat kami harus mengahadapi tantangan. Terutama ujian mengahadapi psikologi (keteguhan) jiwa kami sendiri.

 

Di tahun kedua secara psikologis RLB sedang tak sehat. RLB dalam posisi mencoba bangkit dari mati nya kreativitas dalam mengkampanyekan budaya baca yang melulu itu-itu saja. Secara kami hidup di zaman dimana kreativitas ide dan aksi jadi satu-satunya pilihan untuk terus eksis dan bermakna. Pun ‘ketakutan’ dalam menghadapi ujian organisasi yang lebih besar, turut melanda sebagian relawannya.

 

2016 awal ujian mendadak datang. Tanpa permisi. Tanpa aba-aba siap. Ia memburu dan menggoda keyakinan yang terus diteguhkan. Mencoba mengoyak integritas. Tapi begitulah, hukum alamnya. Hidup itu mengalir. Mengalir kemana? Ke hilir. Namun saya memilih mengalir yang bertujuan. Bukan pasrah begitu saja.

 

Saya diburu ketakutan dan bimbang luar biasa. Disatu sisi harus meyakinkan orang lain (relawan lain) atas jalan kerelawanan, sisi lain harus juga melawan godaan lelah pikiran yang hinggap pada diri sendiri, hingga membuat keyakinan diri sedikit berada diujung tanduk.

 

Tuhan satu-satunya kembali. Mengembalikan pikiran yang resah. Mengembalikan ikhtiar yang sudah dilakukan. Dan memohon petunjuk jalan mana (apalagi) yang harus di tempuh selanjutnya.

 

Eh, jelang akhir 2016, semesta bekerja meyakinkan saya kembali.
Saya ‘diperkenalkan’ Tuhan dengan seorang bernama Rahmadinata Syafa’at lewat perantara sosmed.
Ngakunya staff desa.
Tinggal di ketapang.
Saya kaget.
Tiga tahun bergerak di Ketapang, agak susah cari relawan yang militan dan literat. Sedusun pula. Hanya beda rt/rw. Ia datang mendadak. Saat Rumah Literasi Banyuwangi butuh relawan sepertinya. Relawan yang punya skill design grafis.

 

Kerja bareng pertama RLB dengan Dimas adalah kegiatan liburan Keliling Rumah baca. Roadshow tiap Minggu, selama sebulan, ke rumah baca-rumah baca yang kami inisiasi. Flayer liburan ke rumah baca adalah design grafis pertama Dimas untuk Rumah Literasi Banyuwangi. Kegiatan yang bertujuan untuk donasi buku sekaligus juga menyambung silaturahmi antar pengelola RLB dengan pengelola rumah baca serta bermain dan berbagi pengalaman kepada adik-adik rumah baca di berbagai desa di Banyuwangi.

 

Jika tahun pertama bagi saya adalah tahun perjuangan. Tahun dimana semua relawan sedang menanam benih idealisme dan integritasnya. Tahun kedua adalah tahun ujian. Tahun pembuktian idealisme dan integritas kami. Apakah iya RLB ini Nol Rupiah? Sampai kapan? Apakah iya, relawan ini akan bertahan di tahun-tahun selanjutnya?

 

“Paling-paling awal saja, semangat.
Biasa anak muda!!!
Angin-angin-anginan!”
Pernyataan-pernyataan nyinyir datang seperti hantu.
Begitulah!

 

Lalu ditahun ketiga adalah tahun move on. Tahun beranjak dari ujian. Tahun dimana kami harus dipaksa untuk memilih melanjutkan perjalanan atau fokus pada masalah. Kami memilih memaksa diri untuk melanjutkan perjalanan. Meyakini kembali bahwa keputusan apapun yang telah dibuat tim RLB Insyallah baik dan benar demi meninggalkan jejak sikap, tutur dan laku baik untuk adik-adik kami yang kelak akan menggantikan kami.

 

PAUSE

 

Maka benarlah!
2017, awal tahun ke tiga RLB. Saya ditemani kak Laili disupport oleh ki sableng memutuskan untuk mengadakan upgrading relawan. Upgrading yang bertujuan, selain untuk menjaring orang-orang baru menjadi relawan, juga guna mengikat kembali para Founding Father rumah ini atas rasa memiliki mimpi yang sama dan demi melanjutkan perjalanan kebaikan ini.

Scroll to Top